Cari Blog Ini

Minggu, 14 Juni 2015

PRESTASI DAN EVALUASI

A.    Prestasi Belajar

1.      Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [1]
Cronbach mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of  experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan  tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2). Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari.  Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.[3]
Pada dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan, belajar  ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[5] Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia  seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
2.      Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[6]
Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]

Slamento Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.[11]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
2.      Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
3.      Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya. 

B.     Evaluasi Prestasi Belajar

 Istilah Evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan sebagai panduan, menurut Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Kata lain yang sepadan dengan kata evaluasi dan sering digunakan untuk menggantikan kata evaluasi adalah tes, ujian dan ulangan. Istilah evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) yang kini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN).
Aktivitas belajar perlu diadakan evaluasi . Hal ini penting karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak.
Istilah evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Surya brata pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan. Sedangkan evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.
Evaluasi dilaksanakan berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membanding-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat.
Adapun aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan merupakan objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, adalah sebagai berikut:
1.       Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi :inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data, pokok-pokok pengajaran, dan pemikiran yang logis;
2.       Dari segi perasaan sosialnya, meliputi: kerja sama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul, cara pemecahan masalah, serta nilai-nilai sosial;
3.       Dari kekayaan sosial dan kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya terhadap masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal yang lebih khusus yang disesuaikan dengan keperluan atau tujuan penilain.

C. Tujuan dan Prinsip Evaluasi Belajar

1.      Tujuan evaluasi belajar
Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya (Nana, 1989). [12]
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Adapun tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut: Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.
Menurut Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:
a.       Tujuan umum Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
1)      Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2)      Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. [13]
b.      Tujuan khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:
1)      Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2)      Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

2.      Prinsip evaluasi belajar
Dalam mendesain dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:[14]
a.       Prinsip berkesinambungan (continuity)
Maksud Prinsip ini adalah kegiatan evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak  hanya  dilakukan  sekali setahun  atau  persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan peserta didik  hingga ia tamat dari institusi tersebut.
b.      Prinsip menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini maksudnya adalah dalam melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan  dari  aspek  berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif), maupun  aspek  keterampilan ( domain psikomotor) yang  ada pada masing-masing peserta didik.
c.       Prinsip objektivitas (objektivity)
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan  keadaan  yang  sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional dan irasional.
d.      Prinsip valididitas (validity)
Validitas  artinya  keshahihan  yaitu  bahwa  evaluasi  yang  digunakan  benar-benar mampu  mengukur  apa  yang hendak diukur  atau  yang  diinginkan. Validitas juga selalu  disamakan dengan  ketepatan, misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya.

D.                Macam-Macam Evaluasi Belajar

Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, macam-macamnya pun banyak mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks. Diantara macam-macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut: [15]
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan instrumen tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapat kesulitan.
4.      Evaluai Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian suatu pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
6.      Ujian Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
7.      Evaluasi Penempatan
Evaluasi jenis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. Penempatan yang dimaksud dapat berupa sebagai berikut:
a.       Penempatan siswa dalam kelompok kerja;
b.      Penempatan siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan perhatian lebih besar dalam belajar ditempatkan di depan, misalnya siswa yang kurang baik pendengarannya. Atau siswa yang  rabun dekat maka ditempatkan di belakang;
c.       Penempatan siswa dalam kepanitiaan di sekolah;
d.      Menempatkan siswa dalam program pengajaran tertentu, misalnya memilih program pengajaran atau keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

E.                 Kelebihan dan Kelemahan Tes Essay dan Objektif

1.      Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya berentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.[16] Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes.[17] Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.[18]

1.      Kelebihan dan Kelemahan Tes Subyektif
a.       Kelebihan-kelebihan Tes Subjektif
1)      Mudah disiapkan dan disusun;
2)      Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3)      Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
4)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
5)      Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.

b.      Kelemahan-kelemahan Tes Subjektif
Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
1)       Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)       Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
3)       Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
4)       Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain.[19]
5)       Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsuan jawaban.[20]

2.      Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama.[21] Karena sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[22]
1.      Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
a.       Kelebihan-kelebihan Tes Objektif
1)      Tes objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa;
2)      Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)      Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain;
4)      Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.[23]

b.      Kelemahan-kelemahan Tes Objektif
1)      Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2)      Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun kreativitas;
3)      Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes;
4)      Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.[24]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan menurut pendapat serta pengalaman saya:
Belajar adalah suatu proses usaha seseorang untuk mendapatkan pengetahuan serta ilmu yang bermanfaat dan juga dapat mewujudkan suatu sifat dan sikap yang jauh lebih baik dari sebelumnya secara berangsur –angsur setelah mengikuti proses.
Prestasi belajar adalah suatu pencapaian diri yang terdiri dari kemampuan penguasaan pengetahuan dan keterampilan seseorang yang terus berkembang dari proses belajar yang baik karena telah memenuhi kriteria nilai di atas ketentuan bobot nilai mata pelajaran.
Evaluasi prestasi belajar artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Tujuan dari evaluasi prestasi belajar adalah untuk mengetahui sejauhmana perkembangan para peserta didik dalam memahami mata pelajaran dan untuk tolak ukur dari suatu proses kegiatan belajar dan mengajar apakah telah efektif atau masih perlu tindakan perkembangan yang lebih lanjut lagi kedepannya.
Beberapa jenis-jenis evaluasi yang pernah saya dapatkan dalam pengalaman hidup saya:
1.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapat kesulitan.
Jadi saat SMA dulu saya sering merasakan evaluasi diagnostik, dimana guru matematika saya selalu memberikan evaluasi tersebut ketika diakhir selesainya penjelasan materi. Dimana guru saya memberikan soal yang harus dikerjakan dan yang sudah selesai akan diparaf oleh guru matematika saya. Nanti di akhir semester guru saya menghitung perolehan paraf yang sudah di dapat karena itu termasuk ke dalam kriteria penilaian.
2.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan instrumen tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
Ketika saya pernah kursus bahasa inggris di PEC (Prectical Educational Center) , guru les saya selalu memberikan pre-test sebelum memulai penerangan materi dimana nanti hasil pre-testnya sebagai bahan acuan pengajaran jika dirasa anak belum mendapat nilai yang bagus maka bentuk pengajarannya akan lebih rinci dan jika dirasa hasil pre-test sudah sangat baik maka akan dibahas sekilas materinya lalu dilanjutkan ke materi yang lain. Sedangkan post-test yang dilakukan adalah ketika penyampaian bahan materi sudah selesai maka murid-murid tempat kursusnya diminta untuk test dan hasilnya dibandingkan dengan hasil pre-test sebelumnya apakah sudah lebih baik atau lebih buruk jika masih buruk maka perlu ada pengajaran yang lebih jelas dan rinci tetapi jika sudah lebih baik hasilnya maka akan di ulas sekilas saja.
3.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja. akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
Hal ini umumnya hampir semuanya juga merasakan evaluasi sumatif dimana peserta didik pasti akan ulangan umum, hal ini juga sebagai model dari kegiatan belajar dan mengajar.
4.      Ujian Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
Seluruh peserta didik di indonesia pasti melaksanakan yang namanya Ujian Nasional, lain dengan negara Amerika yang tidak melakukan ujian Nasional karena di Amerika masing-masing bagian wilayahnya berbeda mata pelajarannya sehingga evaluasi yang dilakukan pun berbeda-beda harus sesuai ketentuan masing-masing wilayah. Lalu mengapa negara Indonesia melaksanakan Ujian Nasional? Alasannya karena hampir seluruh pendidikan di Indonesia mempelajari jenis mata pelajaran yang sama seperti bahasa inggris, bahasa indonesia, matematika dan seterusnya. Semua peserta didik di Indonesia menerima mata pelajaran yang sama maka bentuk untuk mengukur penentu kenaikan siswa untuk ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut serta kenaikan status siswa. Hal ini menyebabkan bentuk penyelesaian evaluasi yang praktis dan menyeluruh dibuat sama dengan semuanya. Sama seperti negara Malaysia, Cina , Thailand dan Singapura negara-negara tersebut juga melaksanakan ujian Nasional hanya saja masing-masing beda sistem pengawasannya.

5.      Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay (uraian). Dimana para peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan dengan menganalisis dan harus berisi uraian yang tepat, dengan kreatifitas dan pemikiran. Hal ini bertujuan untuk pengingatan ulang terhadap materi yang pernah diajarkan.


                              

Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa salah satu tes Subjektif merupakan essay. Berikut ini kelemahan dan kelebihan dari tes subjektif:
Kelebihan tes subjektif bagi diri peserta didik:
1)         Mendorong diri saya untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
2)         Memberi kesempatan saya untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
3)         Untuk mengetahui sejauh mana saya telah mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Kelemahan tes subjektif:
1)      Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjawab semua pertanyaan dengan tepat.
Kelebihan tes Subjektif bagi para pengajar:
1)         Mudah disiapkan dan disusun;
2)         Tidak memberi banyak kesempatan peserta didik untuk berspekulasi atau untung-untungan ;
3)         Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Kelemahan tes Subjektif bagi Para pengajar:
1)            Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)            Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
3)            Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain, karena jawabannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
4)            Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsuan jawaban.

6.      Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama. Bentuk dari tes objektif adalah pilihan ganda.

            (Contoh Tes Objektif adalah soal UN)

Dari contoh tes Subjektif diatas dapat diketahui bahwa sifatnya objektif sehingga terkadang dipermudah untuk mengoreksi soal UN dengan mesin scanner. Berikut ini kelebihan dan kelemahan dari tes objektif:
Kelebihan tes objektif bagi peserta didik:
1)      Proses pengerjaan ulangan lebih mudah dan cepat.
Kelemahan tes Objektif bagi peserta didik:
1)      Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2)      Kerja sama antar teman pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Kelebihan tes objektif bagi para pengajar:
1)      Tes objektif lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa;
2)      Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)      Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain dan tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.
Kelemahan tes objektif bagi para pengajar:
1)         Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi;
2)         Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes.





DAFTAR PUSTAKA


DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Jakarta : Gramedia, 2007
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta. 2010
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar.Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009


[1] DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
[3] Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
[4] Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5] Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[6] DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7] Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta : Gramedia, 2007
[8] Winkel,W.S.Op.cit hal.26
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
[10] Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11] Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
[13] Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
[14] Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009.hal.53
[15] Syah, Muhibbin 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
[16] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002). h. 163
[17] Eko Putro widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) h. 78-79
[18] Ibid. h. 79
[19] Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 164
[20] Ngalim Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[21] Ngalim Purwanto. Op. Cit. h. 35
[22] Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[23] Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[24] Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50