A.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak
dengan gangguan kesehatan.
Istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa, anak cacat, dan atau
Anak Dengan Kedisabilitasan ( ADK ). Karena karakteristik dan hambatan yang
dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan
modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan
tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di
sekolah luar biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing.
a.
SLB bagian A untuk tunanetra.
b.
SLB bagian B untuk tunarungu.
c.
SLB bagian C untuk tunagrahita.
d.
SLB bagian D untuk tunadaksa.
e.
SLB bagian E untuk tunalaras.
f.
SLB bagian G untuk cacat ganda.
Anak
berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak
pada umumnya karena mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan baik
permanen maupun temporer yang disebabkan oleh:
a.
Faktor
Lingkungan
b.
Faktor
dalam diri Anak Sendiri
c.
Kombinasi
Keduanya
Pengertian Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) menurut para ahli:
Menurut
Kanner dalam jamaris bahwa orang
yang mengemukakan istilah autisme, anak autis adalah anak yang mengalami
outstanding fundamental disorder, sehingga tidak mampu melakukan interaksi
dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan
tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya.
Menurut
Heward anak berkebutuhan khusus
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.
B.
Menjelaskan Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Gangguan
Penglihatan (Tunanetra) diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
a.
Berdasarkan
tingkat gangguannya
1)
Buta total
adalah keadaan dimana kedua mata dari seseorang tidak berfungsi lagi
sebagaimana semestinya yang disebabkan karena adanya kerusakan pada kornea mata
atau terputusnya syaraf mata.
2)
Buta sebagian
adalah keadaan dimana salah satu mata dari seseorang tidak berfungsi dengan
baik dikarenakan kerusakan kornea mata atau terputusnya saraf mata.
3)
Low Vision
adalah keadaan yang terjadi pada penglihatan seseorang, dimana orang tersebut
tidak dapat melihat wujud asli dari suatu benda melainkan hanya berupa bayangan
yang kabur dan itupun apabila disekitar benda tersebut terdapat banyak cahaya.
Low vision yang semakin parah akan menyebabkan kebutaan total.
b.
Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan
1)
Tunanetra
sebelum dan sejak lahir yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman
penglihatan.
2)
Tunanetra
setelah lahir dan atau pada usia kecil yakni mereka yang telah memiliki kesan-kesan
serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3)
Tunanetra pada
usia sekolah atau pada masa remaja yakni mereka yang telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi.
4)
Tunanetra pada
usia dewasa yakni mereka yang pada umumnya dengan segala kesadaran mampu
melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5)
Tunanetra dalam
usia lanjut yakni mereka yang sebagian besar sudah sulit mengikuti
latihan-latihan penyesuaian diri.
c.
Berdasarkan
kemampuan daya penglihatan
1)
Tunanetra ringan
(defective vision/low vision) mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan
akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu
melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan funsi penglihatan.
2)
Tunanetra
setengah berat (partially sighted) mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal
3)
Tunanetra berat
(totally blind) mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
d.
Berdasarkan
pemeriksaan klinis
1)
Tunanetra yang
memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang
penglihatan kurang dari 20 derajat.
2)
Tunanetra yang
masih memiliki ketajaman penglihatan
antara 20/70 sampai denhan 20/200 yang dapat lebih baik melalui
perbaikan.
e.
Berdasarkan
kelainan-kelainan pada mata
1)
Myopi adalah
penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina
2)
Hyperopia adalah
penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina.
3)
Astigmatisme
adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena
ketidakberesan pada kornea mata.
Penyebab:
a.
Prenetal (sejak
dalam kandungan) terjadi karena faktor keturunan, malnutrisi, penyakit ibu,
penyakit/luka di otak janin, gangguan lingkungan kehamilan.
b.
Post netal
(sejak/setelah kelahiran) terjadi karena faktor kekurangan oksigen pada sistem
saraf pusat saat dilahirkan, kelahiran yang dihalangi, kelahiran yang dipaksa,
penggunaan alat yang salah saat melahirkan, premaaturitas, malnutrisi,
terserang suatu penyakit, kekurangan oksigen, kecelakaan.
2.
Gangguan
pendengaran (tunarungu) diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
a.
Berdasarkan
tingkat keberfungsian telinga dalam mendengan bunyi
Menurut ashman dan Elkins (1994)
1)
Ketunarunguan
ringan adalah kondisi seseorang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas
20-40 dB. Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami
sedikit kesulitan dalam percakapan.
2)
Ketunarunguan
sedang adalah kondisi seseorangmasih dapat mendengar bunyi dengan intensitas
40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan. Tanpa memperhatikan
wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi
dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid)
3)
Ketunarunguan
berat sekali adalah kondisi seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan
intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin
baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Ada yang dapat
terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi
(supperpower).
b.
Berdasarkan
lokasi gangguannya menurut Easterbrooks (1997)
1)
Conductive loss
adalah ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau
tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam
telinga.
2)
Sensorineural
loss adalah ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian
dalam telinga atau saraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman
pesan bunyi ke otak.
3)
Central auditory
processing disorder adalah gangguan pada sistem saraf pusat proses auditer
mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengar meskipun
tidak ada gangguan yang spesifik pada telinga individu tersebut.
3.
Gangguan mental
rendah (tunagrahita) diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
a.
Berdasarkan
berat ringannya
1)
Debil (ringan)
mempunyai IQ antara kisaran 50 sampai dengan 70, kondisi fisiknya tidak berbeda
anak normal lainnya, termasuk kelompok mampu didik artinya bisa didik
(diajarkan membaca, menulis dan berhitung) bisa menyelesaikan pendidikan
setingkat kelas 4 SD umum.
2)
Imbesil (sedang)
mempunyai IQ antara kisaran 30 sampai dengan 50, termasuk kelompok mampu latih,
tampang/kondisi fisiknya sudah dapat dilihat tetapi ada sebagian anak mempunyai
fisik normal, biasa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD umum.
3)
Idiot (berat)
mempunyai IQ mereka rata-rata 30 kebawah, sangat rendah intelegensinya sehingga
tidak mampu menerima pendidikan secara akademis, termasuk kelompok mampu rawat,
dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
b.
Berdasarkan
sosial psikologis
1)
Psikometrik ada
4 taraf tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala intelegensi
wechsler.
a)
Retardasi mental
ringan : seseorang yang memiliki IQ antara 55-69
b)
Retardasi mental
sedang : seseorang yang memiliki IQ antara 40-54
c)
Retardasi mental
berat : seseorang yang memiliki IQ antara 20-39
d)
Retardasi mental
sangat berat : seseorang yang memiliki IQ antara <20
c.
Berdasarkan
klinis tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah
secara berikut:
1)
Down Syindrome
(mongoloid) memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan
miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan
gigi kurang baik.
2)
Kretin (cebol)
memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan
pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan
bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3)
Hydrocephalus
memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran
tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4)
Microcephalus
memiliki ukuran kepala yang kecil
Penyebab
a.
Prenetal
(sebelum lahir) terjadi waktu bayi masih dalam kandungan penyebabnya seperti
campek, diabetes, cacar, virus takso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi,
pemakai obat-obatan dan perokok berat.
b.
Natal (waktu
lahir) karena proses kelahiran yang terlalu lama sehingga kekurangan oksigen
pada bayi, pinggul ibu terlalu kecil sehingga menyebabkan otak terjepit dan
menimbulkan pendarahan pada otak, pada waktu proses melahirkan menggunakan alat
bantu.
4.
Gangguan motorik
(tunadaksa) diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
a.
Berdasarkan derajat
kecacatannya
1)
Ringan : dapat
berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas dan dapat menolong diri
2)
Sedang :
membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri dan
alat-alat khusus, seperti brace.
3)
Berat :
membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara dan menolong diri.
b.
Berdasarkan
letak kelainan otak dan fungsi geraknya
1)
Pastik : adanya
kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
2)
Dyskenesia yang
meliputi:
·
A’hetosis adalah
penderita yang memperlihatkan gerak tidak terkontrol
·
Rigid adalah
kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan.
·
Tremor adalah
getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau kepala.
3)
Ataxia :
gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak
berfungsi.
4)
Jenis campuran :
seorang anak mempunyai kelainan dua/ lebih dari tipe diatas
C.
Menguraikan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak-anak Berkelainan Fisik
Pada
bagian ini akan mengantarkan Pembaca
untuk memahami
karakateristik anak berkebutuhan
khusus yang mengalami kelainan fisik, yaitu anak
tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
Untuk itu saudara diharapkan dapat mencermatinya dengan baik,
dan membaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara diharapkan dapat menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik.
a.
Karakteristik Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan
atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman
penglihatan atau visus sentralis
di atas 20/200 dan
secara
pedagogis membutuhkan
layanan pendidikan khusus dalam
belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:
1.
Segi Fisik
Secara
fisik anak-anak
tunanetra, nampak
sekali
adanya
kelainan pada organ penglihatan/mata,
yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak- anak normal pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan
respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli
visual.
2.
Segi Motorik
Hilangnya indera
penglihatan sebenarnya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap
keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu
melakukan orientasi lingkungan.
Sehingga tidak seperti anak-anak normal,
anak tunanetra harus belajar bagaimana
berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan
orientasi dan mobilitas.
3.
Perilaku
Kondisi tunanetra
tidak secara langsung menimbulkan masalah atau
penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut
berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering
menunjukkan
perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat berupa sering menekan matanya, membuat
suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan
kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada
beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu
terjadi mungkin sebagai akibat dari
tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya
aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan
sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka
memperbanyak
aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu,
seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih
positif, dan sebagainya.
4.
Akademik
Secara umum kemampuan
akademik, anak-anak
tunanetra sama seperti anak-anak normal pada umumnya.
Keadaan ketunanetraan
berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya
dalam bidang membaca dan menulis.
Dengan
kondisi
yang
demikian
maka tunanetramempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk membaca dan
menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Mereka mungkin mempergunakan huruf braille atau huruf
cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran
yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan kemampuan membaca
dan menulisnya seperti teman- teman
lainnya yang dapat melihat.
5.
Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai
keterbatasan dalam belajar melalui
pengamatan dan menirukan,
maka anak tunananetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur
tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi
wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan
perasaan, menyampaikan pesan yang tepat
pada waktu melakukan komunikasi.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi
tunanetra
mempunyai
keterbatasan
dalam
melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan
tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh
pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebut mengakibatkan
tunanetra lebih terlihat
memiliki sikap:
·
Curiga yang
berlebihan pada
orang
lain,
ini
disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap
lingkungannya
·
Mudah tersinggung. Akibat
pengalaman-pengalaman
yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan
anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·
Ketergantungan pada
orang
lain.
Anak-anak tunanetra umumnya memilki sikap ketergantungan yang kuat pada oranglain
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak
tunanetra berkenaan dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
b.
Karakteristik Anak Tunarungu
Tunarungu
adalah istilah yang menunjuk pada
kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki
karakteristik
yang khas, berbeda
dari anak-anak normal
pada umumnya. Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya adalah:
1.
Segi Fisik
·
Cara berjalannya kaku dan agak
membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu
mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas
fisiknya.
·
Pernapasannya pendek, dan tidak
teratur. Anak-anak tunarungu tidak
pernahmendengarkan suara-suara dalam
kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan
kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka
juga tidak terbiasa mengatur
pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
·
Cara melihatnya
agak beringas. Penglihatan
merupakan salah satu indra yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana
sebagian besar
pengalamanannya diperoleh melalui
penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai
anak visual, sehingga cara melihatpun
selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat beringas.
2.
Segi Bahasa
·
Miskin akan kosa kata
·
Sulit
mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatic
·
Tatabahasanya kurang teratur
3.
Intelektual
·
Kemampuan
intelektualnya normal.
Pada
dasarnya anak-anak tunarungu tidak
mengalami
permasalahan
dalam
segi intelektual. Namun akibat keterbatasan dalam berkomunikasi
dan berbahasa, perkembangan
intelektual menjadi lamban
·
Perkembangan akademiknya lamban akibat
keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan
dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam berkomunikasi,
maka dalam segi akademiknya
juga mengalami keterlambatan.
4.
Sosial-emosional
•
Sering
merasa curiga dan syak wasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat
adanya kelainan fungsi pendengarannya.
Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan oranglain, sehingga
anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
•
Sering bersikap agresif
c.
Karakteristik Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau
cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota
tubuh maupun yang mengalami kelainan
anggota gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat
atau otak, disebut
sebagai cerebral palcsy
(CP), dengan karakteristik sebagai berikut:
1.
Gangguan Motorik
Gangguan
motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan- gerakan yang tidak dapat dikendalikan,
gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini meliputi motorik kasar dan motorik halus.
2.
Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terleak otak, mengingat anak cerebral
palsy adalah anak yang mengalami kelainan
di otak, maka sering anak cerebral palsy
disertai gangguan sensorik, beberapa gangguan sensorik antara lain penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman dan
perasa. Gangguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran pada
anak cerebral palsy sering dijumpai
pada jenis athetoid.
3.
Gangguan Tingkat Kecerdasan
Walaupun
anak cerebral palsy disebabkan
karena kelainan otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral
palsy mulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted.
Sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35%
lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata.
Sedangkan sisanya cenderung dibawah
rata-rata (Hardman, 1990).
4.
Kemampuan Berbicara
Anak cerebral
palsy mengalami gangguan
wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara
terutama pada organ artikulasi
seperti lidah, bibir,
dan rahang bawah, dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadi
proses interaksi dengan lingkungan.
Dengan keadaan yang demikian maka
bicara anak-anak cerebral
palsy menjadi tidak jelas
dan sulit diterima orang lain.
5.
Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap
masyarakat terhadap kelainan pada
anak cerebral palsy, mempengaruhi pembentukan pribadi
anak secara umum. Emosi
anak sangat bervariasi, tergantung
rangsang yang diterimanya. Secara umum
tidak terlalu berbeda dengan anak–anak normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dapat menimbulkan emosi yang tidak terkendali. Sikap
atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan keadaan anak yang merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya
kurang, mudah tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang dapat menyesuaiakan diri dan bergaul dengan
lingkungan.
Sedangkan anak
anak yang mengalami kelumpuhan
yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik
yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy
lain mengakibatkan
gangguan motorik terutama
gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.
Ada sebagian anak dengan
gangguan gerak yang berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi,
juga perlu alat bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak. Dalam
kehidupan sehari- hari anak perlu
bantuan dan alat yang sesuai. Keadaan
kapasitas kemampuan intelektual anak gangguan gerak otot ini tidak berbeda
dengan anak normal.
Pada bagian ini
akan mengantarkan pada saudara untuk memahami karakateristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan
mental- emosional, yaitu
anak
tunagrahita, dan tunalaras. Untuk
itu
saudara diharapkan dapat mencermatinya
dengan baik, dan membaca
referensi yang relevan dengan kajian materi
ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara diharapkan
dapat
menjelaskan karakteristik
anak berkebutuhan
khusus yang mengalami kelainan mental-emosional.
d.
Karakteristik Anak Tunagrahita
Untuk memahami
karakteristik anak
tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Sesuai
dengan
bidang bahasan pada materi ini akan dibahas pada karakteristik akademik tunagrahita sebagai berikut:
Karakteristik
anak tunagrahita secara umum menurut James D. Page (Amin, 1995:34-37) dicirikan
dalam hal: kecerdasan, sosial, fungsi mental,
dorongan dan emosi, kepribadian serta
organisme. Masing-masing hal itu sebagai aspek diantara
tunagrahita dengan dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Intelektual
Dalam pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah
rata-rata dengan anak yang seusia sama,
demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai
tingkat usia mental setingkat usia
mental anak usia mental anak Sekolah
Dasar kelas IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu mencapai
tingkat usia mental
Setingkat
usia mental anak pra sekolah. Dalam
hal belajar, sukar memahami masalah.
Masalah yang bersifat
abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo
(rote learning) bukan dengan
pengertian.
2.
Segi sosial.
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan kalau dibandingkan dengan anak normal sebaya. Hal ini ditunjukkan dengan
pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Waktu masih kanak-kanak mereka harus
dibantu terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa kepentingan ekonominya
sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan sosial mereka ditunjukkan dengan Social Age (SA)
yang sangat kecil
dibandingkan dengan Cronological
Age (CA). Sehingga skor sosial Social
Quotient (SQ)nya rendah.
3.
Ciri pada fungsi mental lainnya
Mereka mengalami kesukaran
dalam memusatkan perhatian,
jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan, kurang mampu
membuat asosiasi serta sukar membuat
kreasi baru.
4.
Ciri dorongan dan emosi
Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ketunagrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan
sangat berat ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri,
dalam keadaan haus dan lapar tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat perangsang yang menyakitkan tidak mampu menjauhkan
diri dari perangsang tersebut.
Kehidupan emosinya lemah, dorongan biologisnya
dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci. Anak yang tidak terlalu
berat ketunagrahitaannya mempunyai
kehidupan emosi yang hampir sama
dengan anak normal tetapi kurang
kaya, kurang kuat, kurang beragam,
kurang mampu menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
5.
Ciri kemampuan dalam bahasa
Kemampuan
bahasa
sangat
terbatas perbendaraaan kata terutama kata yang abstrak. Pada anak yang ketunagrahitaannnya
semakin berat banyak yang mengalami
gangguan bicara disebabkan cacat
artikulasi dan problem
dalam pembentukan bunyi.
6.
Ciri kemampuan dalam bidang akademis
Mereka
sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung
yang
problematis, tetapi dapat dilatih
dalam menghitung
yang bersifat perhitungan.
7.
Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan
Zigler (Hallahan & Kauffman, 1988:69) bahwa anak yang merasa retardedtidak percaya terhadap kemampuannya,
tidak
mampu
mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar (external
locus of control). Mereka tidak mampu untuk
mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya
bergantung pengarahan dari luar.
8.
Ciri kemampuan dalam organisme.
Kemampuan
anak tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek,
terutama pada anak tunagrahita yang kategori
berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat berjalan
dan berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya tidak
dapat difungsikan, kurang rentan terhadap perasaan
sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak.
Sedang karakteristik anak tunagrahita, yang lebih
spesifik berdasarkan berat
ringannya kelainan dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
Mampudidik
Mampudidik merupakan
istilah pendidikan yang digunakan
untuk mengelompokkan
tunagrahita ringan. Mampudidik memiliki
kapasitas inteligensi antara 50 – 70 pada skala Binet maupun Weschler. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik
dalam bidang akademik
yang sederhana (dasar) yaitu membaca,
menulis
dan
berhitung.
Anak
mampudidik kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun
atau kelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu
didik dapat lulus sekolah dasar. Anak mampu didik setelah dewasa masih memungkinkan untuk dapat bekerja mencari nafkah, dalam
bidang yang tidak memerlukan banyak
pemikiran.
Tunagrahita mampudidik umumnya tidak
desertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga
kesan lahiriah anak mampudidik
tidak berbeda dengan anak normal sebaya, bahkan sering anak mampu
didik dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak terlihat terbelakang mental sewaktu mengikuti pelajaran akademik di sekolah
saja, yang mana jam sekolah
adalah 6 jam setiap
hari.
2. Mampulatih
Tunagrahita mampulatih
secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelinan fisik baik sensori mapupun motoris, bahkan hampir semua
anak yang memiliki kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok mampu
latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi
anak mampu latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda
dengan anak normal sebaya. Anak mampulatih memiliki kapasitas inteligensi (IQ) berkisar antara 30 –
50, kemampuan
tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun atau kelas 2 SD.
Kemampuan akademik anak mampulatih tidak
dapat mengikuti pelajaran yang
bersifat akademik walaupun secara
sederhana seperti membaca, menulis
dan berhitung. Anak mampulatih
hanya mampu dilatih dalam keterampilan mengurus
diri sendiri dan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
3. Perlurawat
Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat,
jika pada istilah kedokteran disebut dengan idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas inteligensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu
dilatih pembiasaan (conditioning)
dalam kehidupan sehari-hari.
Seumur hidupnya tidak
dapat lepas dari orang lain.
e.
Karakteristik Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, baik
di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal,
atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan
lebih banyak banyak terjadi pada
perilaku sosialnya.
Beberapa
karakteristik yang menonjol dari
anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1. Karakteristik umum
•
Mengalami gangguan
perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang,
merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit
konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam,
berbohong, tidak bisa diam, tidak
dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
•
Mengalami kecemasan; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik
diri, kurang percaya diri, bimbang,
sering menangis, malu, dan
sebagainya.
·
urang
dewasa; suka
berfantasi, berangan-anagan, mudah
dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk,
mudah bosan, dan sebagainya
•
Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan
kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering
bolos sekolah, sering
pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2. Sosial /emosi
·
Sering melanggar norma masyarakat
·
Sering
mengganggu dan bersifat agresif
·
Secara emosional sering
merasa rendah
diri
dan
mengalami kecemasan
3.
Karakteristik akademik
• Hasil belajarnya
seringkali jauh di bawah rata-rata
• Seringkali tidak
naik kelas
• Sering membolos
sekolah
• Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas.
f.
Anak Berkelainan Akademik
Pada
bagian ini akan mengantarkan pada
saudara untuk memahami
karakateristik anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kelainan akademik, yaitu anak berbakat, dan anak berkesulitan belajar. Untuk itu saudara
diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, dan membaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan
subunit ini saudara diharapkan dapat menjelaskan karakteristik
anak berkebutuhan
khusus yang mengalami kelainan akademik.
g.
Karaktersitik Anak Berbakat
Anak berbakat dalam
konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di
atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan
intelektual ini Cony Semiawan (1997:24)
mengemukakan, bahwa
diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan
IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka
yang rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup
rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted.
Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa
karakteristik yang menonjol dari anak-anak
berbakat sebagaimana diungkapkan Kitato dan Kirby, dalam Mulyono
(1994), dalam ini adalah
sebagai berikut:
1. Karakteristik
Intelektual
• Proses
belajarnya sangat cepat
• Tekun
dan rasa ingin tahu yang besar
• Rajin
membaca
• Memiliki perhatian yang lama
dalam suatu bidang khusus
• Memiliki pemahaman
yang sangat majau terhadap suatu konsep
• Memiliki sifat
kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik
2. Karakteristik Sosial-emosional
•
Mudah diterima teman-teman
sebaya dan orang dewasa
•
Melibatkan diri dalam
berbagai
kegiatan sosial, dan memberikan
sumbangan pemikiran yang
konstruktif
•
Kecenderungan sebagai pemisah
dalam suatu pertengkaran
•
Memiliki kepercayaan tentang persamaan derajat
semua orang, dan jujur
•
Perilakunya tidak defensif, dan memiliki
tenggang rasa
•
Bebas
dari tekanan emosi, dan mampu mengontrol
emosinya sesuai situasi, dan merangsang perilaku produktif bagi oranglain.
•
Memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menanggulangi masalah sosial.
3. Karakteristik
Fisik-kesehatan
• Berpenampilan rapi dan menarik
• Kesehatannya
berada lebih baik di atas rata-rata
g.
Karaktersitik
Anak Berkesulitan Belajar
Berkesulitan
belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai
dengan adanya kesulitan untuk mencapai
standar kompetensi (prestasi)
yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan
dengan masalah akademis.
Secara umum berkesulitan belajar spesifik
adalah anak yang
mengalami gangguan
pada
satu
atau
lebih dari proses
psikologi dasar termasuk pemahaman dalam
menggunakan bahasa lisan atau tertulis yang dimanifestasikan dalam ketidak sempurnaan mendengar,
berfikir, wicara, membaca,
mengeja atau mengerjakan hitungan matematika.
Konsep ini merupakan hasil
dari gangguan persepsi, disfungsi minimal otak,
disleksia, dan disphasia, kesulitan belajar ini tidak termasuk masalah
belajar, yang disebabkan secara langsung oleh adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, emosi, keterbelakangan mental,
atau faktor lingkungan, budaya, maupun
keadaan ekonomi. Dimensinya
mencakup:
• Disfungsi
pada susunan syaraf pusat (otak),
• Kesenjangan
(discrepancy) antara potensi dan prestasi
• Keterbatasan
proses psikologis
• Kesulitan
pada tugas akademik dan belajar
Kesenjangan antara potensi dan prestasi dalam berprestasi untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah setiap anak yang tidak mampu mencapai
kompetensi yang ditentukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan
pembelajaran konvensional.
Untuk
memahami anak
berkesulitan belajar spesifik memang harus mengenal karakteristik atau ciri-ciri khusus yang muncul
pada anak-anak berkesulitan belajar, yang umumnya
baru
terdeteksi setelah anak usia 8 – 9 tahun atau kelas
3 – 4 SD masuk pada kelompok kesulitan belajar akademik,
hal ini dikarenakan sulitnya mengenal
karakteristik anak sejak dini. Adapun
karakteristik yang dapat diamati adalah
adanya kesenjangan (discrepancy)
antara potensi anak dengan prestasi (akademik) dan perkembangan yang dicapai, kesenjangan ini minimal
2 level akademik atau 2 tahun perkembangan. Memiliki kesulitan pada satu bidang
akademik/perkembangan yang tertinggal dibandingkan dengan bidang akademik/perkembangan lain
yang dimiliki anak (perbedaan
intra individual).
D.
Menjelaskan Pendidikan Inklusi
1.
Definisi
Pendidikan Inklusi (Inclusive Education)
Kata inklusi
bermakna terbuka, lawan dari eksklusi yang bermakna tertutup. Pendidikan
Inklusi berarti pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk
sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan
inklusi adalah bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus
dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82),
pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi
terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas,
linguistik, atau budaya dan anak-
anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung.
Istilah pendidikan inklusi atau inklusif, mulai terkenal semenjak tahun
1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan
dengan pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.
Konsep pendidikan inklusi muncul dimaksudkan untuk memberi solusi, adanya
perlakuan diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak
penyandang cacat atau anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Sementara itu Sapon-Shevin (O Neil,1995) menyatakan
bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan
agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat. Melalui
pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus di didik bersama-sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995) hal ini
dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal
dan anak tidak normal (berkebutuhan khusus) yang tidak dapat dipisahkan sebagai
suatu komunitas sosial.
Pendidikan
inklusi lazimnya sudah diterapkan di Negara-negara maju, seperti Norwegia,
Swedia, Denmark, USA, dan sebagian Australia. Di Indonesia model pendidikan
inklusi sudah banyak dirintis di beberapa sekolah tertentu, namun belum dapat
sepenuhnya dilaksanakan. Dalam kasus-kasus tertentu nama sekolah inklusi telah
menjadi trade mark, tetapi dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah
terpadu biasa. Oleh karena itu masa-masa yang akan datang sekolah inklusi di
Indonesia bukan hanya sekedar nama saja tetapi diharapkan menjadi sebuah
sekolah inklusi beneran seperti yang telah diselenggaraka di beberapa Negara
maju di Eropa, Amerika dan Australia. Ini tentu saja menjadi tugas dan komitmen
bersama antara pemerintah, sekolah dan masyarakat.
2.
Tujuan Pendidikan Inklusi
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan
inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah
semua
anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang
tidak
mendiskriminasikan
dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin,
kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan
inklusi meliputi tujuan langsung
oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh
masyarakat.
Selanjutnya tujuan
pendidikan inklusi
menurut Raschake dan Bronson
(Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi anak
berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a.
Bagi anak berkebutuhan khusus
·
anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
·
anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.
·
meningkatkan harga diri anak.
·
anak memperoleh kesempatan untuk
belajar dan
menjalin persahabatan
bersama teman yang sebaya.
b.
Bagi pihak sekolah
·
memperoleh pengalaman untuk
mengelola
berbagai
perbedaan
dalam satu kelas.
·
mengembangkan apresiasi
bahwa setiap
orang
memiliki
keunikan
dan kemampuan
yang berbeda satu dengan lainnya.
·
meningkatkan kepekaan
terhadap
keterbatasan
orang lain
dan rasa
empati
pada keterbatasan anak.
·
meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas
c.
Bagi guru
·
membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui
bahwa anak berkebutuhan khusus
juga memiliki kemampuan
·
menciptakan
kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus.
·
guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
·
meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
d. Bagi masyarakat
·
meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
·
mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
·
membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.
3.
Karekteristik
Pendidikan Inklusi
Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung
dalam beberapa hal seperti hubungan,
kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber yang dijelaskan sebagai berikut:
a.
Hubungan
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di
dekatnya
dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya.
b.
Kemampuan
Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping.
c.
Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di
bangku bersama-sama
sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.
d.
Materi belajar
Berbagai bahan yang
bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika disampaikan
melalui kegiatan yang lebih
menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
e.
Sumber
Guru menyusun
rencana harian dengan melibatkan anak, contoh
meminta anak membawa media belajar yang murah dan
mudah didapat
ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.
Dalam pendidikan inklusi terdapat
siswa normal
dan
berkebutuhan khusus,
dalam rangka untuk menciptakan manusia
yang berkembang seutuhnya maka diperlukan adanya pembinaan peserta didik, melalui pembinaan ini maka
diharapkan peserta didik mampu berkembang dan memiliki keterampilan secara
optimal.
4.
Kurikulum Sekolah Inklusi
Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama
ini
anak dipaksakan mengikuti kurikulum.
Oleh sebab itu hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan
kurikulum dengan anak. Menurut Tarmansyah (2007:154) untuk modifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi
pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan representasi yang disederhanakan
dari realitas yang
kompleks.
Modifikasi
kedua adalah mengenai
aspek
kurikulum yang
secara
khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran.
Kurikulum yang digunakan
di sekolah inklusi adalah
kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan
kemampuan awal dan karakteristik siswa. Lebih lanjut, menurut Direktorat PLB
(Tarmansyah,2007:168) modifikasi
dapat
dilakukan dengan cara
modifikasi alokasi waktu, modifikasi
isi/materi, modifikasi
proses belajar mengajar,
modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan untuk belajar, dan modifikasi pengelolaan kelas. Dengan kurikulum akan memberikan peluang terhadap tiap-tiap anak untuk
mengaktualisasikan potensinya sesuai dengan bakat,
kemampuannya dan perbedaan yang ada pada setiap anak.
5.
Tenaga
Kependidikan Dalam Layanan ABK
Personil pendidikan ABK tidak jauh berbeda dengan
personil pendidikan umum lainnya. Personil yang dimaksud adalah sebagai berikut
:
a.
Tenaga Guru
Guru
yang bertugas pada pendidikan ABK harus memiliki kualifikasi dan kemampuan yang
dipersyaratkan. Tenaga guru tersebut meliputi : Guru Khusus, Guru Pembimbing
(Konselor pendidikan), Guru umum yang telah memiliki pengalaman luas dalam
mendidik dan menangani masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.
b.
Tenaga Ahli
Tenaga
ahli dalam pendidikan ABK sangat diperlukan keberadaannya untuk ikut membantu
pemecahan permasalahan anak dalam bidang nonakademik, tenaga ahli itu meliputi
: Dokter umum, Dokter spesialis, Psikologi, maupun tenaga ahli lainnya.
c.
Tenaga Administrasi
Untuk
kelancaran proses belajar-mengajar perlu dukungan tenaga administrasi sekolah
sebagai tenaga non akademik keberadaannya sangat diperlukan untuk kelancaran
tugas-tugas sekolah secara umum, misalnya keuangan, surat menyurat, pendataan
murid atau guru, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Pusy, Soffel. (15 Februaru 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar