A. Prestasi Belajar
1.
Belajar
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. [1]
Cronbach
mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of experience (belajar sebagai suatu aktivitas
yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning
is a change in performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan
dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi
belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1).
Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian
atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi,
belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai
siswa. 2). Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai
proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi
yang telah ia pelajari. Bukti
institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai
proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar, semakin baik pula
mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. 3) kualitatif
(tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara
menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan
pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan
masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.[3]
Pada
dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang felatif positif
dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.
SumadiSuryabrata
menyimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya
usaha dan mendapatkan keterampilan baru.[4]
Slameto
mendefinsikan, belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.[5]
Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian
kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain
sebagainya. Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik
untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia
seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar dalam perubahan
tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga
menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
2.
Prestasi
Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat
menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui
berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi,
tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar
mengajar berlangsung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru.[6]
Winkel (1996) mengemukakan bahwa
prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh
seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi belajar
merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif
terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri
menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan
yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas
dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]
Slamento Abdul Hadis mengatakan bahwa
“belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008) prestasi
belajar adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan
oleh guru.[11]
Jadi,
prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Prestasi
belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan
mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
2.
Prestasi
belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan
dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintes dan evaluasi.
3.
Prestasi
belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari
hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan
ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
B. Evaluasi Prestasi Belajar
Istilah Evaluasi atau penilaian adalah sebagai
terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan sebagai panduan, menurut
Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student
Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup
untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya perubahan dan derajat
perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi
artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam sebuah program. Kata lain yang sepadan dengan kata
evaluasi dan sering digunakan untuk menggantikan kata evaluasi adalah tes,
ujian dan ulangan. Istilah evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil
belajar para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) yang kini disebut Ujian Akhir Nasional
(UAN).
Aktivitas
belajar perlu diadakan evaluasi . Hal ini penting karena dengan evaluasi kita
dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai
atau tidak.
Istilah
evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang
erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Surya brata
pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat
dikuantifikasikan. Sedangkan evaluasi menekankan penggunaan informasi yang
diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat
dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.
Evaluasi
dilaksanakan berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi
aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat
dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara
membanding-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi
yang sudah lewat.
Adapun
aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan merupakan objek di dalam
pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, adalah sebagai berikut:
1.
Aspek-aspek
tentang berpikir, meliputi :inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data,
pokok-pokok pengajaran, dan pemikiran yang logis;
2.
Dari
segi perasaan sosialnya, meliputi: kerja sama dengan kawan sekelasnya, cara
bergaul, cara pemecahan masalah, serta nilai-nilai sosial;
3.
Dari
kekayaan sosial dan kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya
terhadap masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek
tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal yang lebih khusus yang
disesuaikan dengan keperluan atau tujuan penilain.
C. Tujuan dan Prinsip Evaluasi Belajar
1.
Tujuan
evaluasi belajar
Pertanyaan pokok sebelum melakukan
evaluasi ialah apa yang harus dinilai. Terhadap pertanyaan ini kita kembali
kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan,
bahan, metode dan penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar
pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh
siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya (Nana, 1989). [12]
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh
guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi
peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Adapun tujuan evaluasi dapat
diuraikan sebagai berikut: Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa
sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang
studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Mengetahui keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam
mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan
para orang tua siswa.
Menurut
Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:
a.
Tujuan
umum Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
1)
Untuk
menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai
taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik,
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2)
Untuk
mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. [13]
b.
Tujuan
khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari
kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:
1)
Untuk
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa
adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri
peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2)
Untuk
mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan
ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
2.
Prinsip
evaluasi belajar
Dalam mendesain dan melakukan proses
atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip
berikut:[14]
a.
Prinsip
berkesinambungan (continuity)
Maksud Prinsip ini adalah kegiatan
evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak hanya
dilakukan sekali setahun atau
persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses
pembelajaran dengan memperhatikan peserta didik
hingga ia tamat dari institusi tersebut.
b.
Prinsip
menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini maksudnya adalah dalam
melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan
dari aspek berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau
sikap (domain afektif), maupun
aspek keterampilan ( domain
psikomotor) yang ada pada masing-masing
peserta didik.
c.
Prinsip
objektivitas (objektivity)
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa
Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan
keadaan yang sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal
lain yang bersifat emosional dan irasional.
d.
Prinsip
valididitas (validity)
Validitas artinya
keshahihan yaitu bahwa
evaluasi yang digunakan
benar-benar mampu mengukur apa
yang hendak diukur atau yang
diinginkan. Validitas juga selalu
disamakan dengan ketepatan,
misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran
bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai
dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya.
D. Macam-Macam Evaluasi Belajar
Pada
prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan
berkesinambungan. Oleh karena itu, macam-macamnya pun banyak mulai yang
sederhana sampai yang paling kompleks. Diantara macam-macam evaluasi tersebut
adalah sebagai berikut: [15]
1.
Pre-test
dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara
rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan.
Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan instrumen
tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan evaluasi
yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah
untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
2.
Evaluasi
Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan
pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi lama
yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan
penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan.
3.
Evaluasi
Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan setelah
selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi
bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini
dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa
mendapat kesulitan.
4.
Evaluai
Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih sama
dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian suatu pelajaran atau
modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi
diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil
diagnosis tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran
remedial (perbaikan).
5.
Evaluasi
Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap
sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau
prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran.
Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran.
Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan
bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
6.
Ujian
Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu
disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir Nasional ) pada prinsipnya sama
dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status siswa.
Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu
jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
7.
Evaluasi
Penempatan
Evaluasi jenis ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru dapat menempatkan siswa dalam
situasi yang tepat baginya. Penempatan yang dimaksud dapat berupa sebagai
berikut:
a.
Penempatan
siswa dalam kelompok kerja;
b.
Penempatan
siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan perhatian lebih besar dalam belajar
ditempatkan di depan, misalnya siswa yang kurang baik pendengarannya. Atau
siswa yang rabun dekat maka ditempatkan
di belakang;
c.
Penempatan
siswa dalam kepanitiaan di sekolah;
d.
Menempatkan
siswa dalam program pengajaran tertentu, misalnya memilih program pengajaran
atau keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
E. Kelebihan dan Kelemahan Tes Essay dan Objektif
1.
Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya berentuk
essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang
memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.[16]
Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal
yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut
harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes
uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun
soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes.[17]
Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan,
jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut
kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan
terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.[18]
1.
Kelebihan
dan Kelemahan Tes Subyektif
a.
Kelebihan-kelebihan
Tes Subjektif
1)
Mudah
disiapkan dan disusun;
2)
Tidak
memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3)
Mendorong
siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat
yang bagus;
4)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan
caranya sendiri;
5)
Dapat
diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
b.
Kelemahan-kelemahan
Tes Subjektif
Kadar validitas dan realibilitas rendah
karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang
betul-betul telah dikuasai.
1)
Kurang
representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes
karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)
Cara
memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
3)
Pemeriksaannya
lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari
penilai.
4)
Waktu
untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain.[19]
5)
Mudah
menimbulkan kecurangan dan pemalsuan jawaban.[20]
2.
Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat
dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif,
yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama.[21]
Karena sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh
manusia. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[22]
1.
Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
a.
Kelebihan-kelebihan
Tes Objektif
1)
Tes
objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif, misalnya lebih
representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari
campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru
yang memeriksa;
2)
Tes
objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci
tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)
Dalam
pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain;
4)
Dalam
pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.[23]
b.
Kelemahan-kelemahan
Tes Objektif
1)
Membutuhkan
persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya
banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2)
Butir-butir
soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling)
saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis
maupun kreativitas;
3)
Banyak
kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam
menjawab soal tes;
4)
Kerja
sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.[24]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
menurut pendapat serta pengalaman saya:
Belajar adalah
suatu proses usaha seseorang untuk mendapatkan pengetahuan serta ilmu yang
bermanfaat dan juga dapat mewujudkan suatu sifat dan sikap yang jauh lebih baik
dari sebelumnya secara berangsur –angsur setelah mengikuti proses.
Prestasi belajar
adalah suatu pencapaian diri yang terdiri dari kemampuan penguasaan pengetahuan
dan keterampilan seseorang yang terus berkembang dari proses belajar yang baik
karena telah memenuhi kriteria nilai di atas ketentuan bobot nilai mata
pelajaran.
Evaluasi
prestasi belajar artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Tujuan dari
evaluasi prestasi belajar adalah untuk mengetahui sejauhmana perkembangan para
peserta didik dalam memahami mata pelajaran dan untuk tolak ukur dari suatu
proses kegiatan belajar dan mengajar apakah telah efektif atau masih perlu
tindakan perkembangan yang lebih lanjut lagi kedepannya.
Beberapa
jenis-jenis evaluasi yang pernah saya dapatkan dalam pengalaman hidup saya:
1.
Evaluasi
Diagnostik
Evaluasi jenis
ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan
mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi
jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat
siswa mendapat kesulitan.
Jadi saat SMA
dulu saya sering merasakan evaluasi diagnostik, dimana guru matematika saya selalu
memberikan evaluasi tersebut ketika diakhir selesainya penjelasan materi.
Dimana guru saya memberikan soal yang harus dikerjakan dan yang sudah selesai
akan diparaf oleh guru matematika saya. Nanti di akhir semester guru saya
menghitung perolehan paraf yang sudah di dapat karena itu termasuk ke dalam
kriteria penilaian.
2.
Pre-test
dan Post-test
Kegiatan pretest
dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi
yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak
memerlukan instrumen tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni
kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi.
Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah
diajarkan.
Ketika saya
pernah kursus bahasa inggris di PEC (Prectical Educational Center) , guru les
saya selalu memberikan pre-test sebelum memulai penerangan materi dimana nanti
hasil pre-testnya sebagai bahan acuan pengajaran jika dirasa anak belum
mendapat nilai yang bagus maka bentuk pengajarannya akan lebih rinci dan jika
dirasa hasil pre-test sudah sangat baik maka akan dibahas sekilas materinya
lalu dilanjutkan ke materi yang lain. Sedangkan post-test yang dilakukan adalah
ketika penyampaian bahan materi sudah selesai maka murid-murid tempat kursusnya
diminta untuk test dan hasilnya dibandingkan dengan hasil pre-test sebelumnya
apakah sudah lebih baik atau lebih buruk jika masih buruk maka perlu ada
pengajaran yang lebih jelas dan rinci tetapi jika sudah lebih baik hasilnya
maka akan di ulas sekilas saja.
3.
Evaluasi
Sumatif
Ragam penilaian
sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur
kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan
program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir
tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja. akademik
siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
Hal ini umumnya
hampir semuanya juga merasakan evaluasi sumatif dimana peserta didik pasti akan
ulangan umum, hal ini juga sebagai model dari kegiatan belajar dan mengajar.
4.
Ujian
Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional
( UAN ) yang pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai
alat penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah
menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan
seterusnya.
Seluruh peserta
didik di indonesia pasti melaksanakan yang namanya Ujian Nasional, lain dengan
negara Amerika yang tidak melakukan ujian Nasional karena di Amerika
masing-masing bagian wilayahnya berbeda mata pelajarannya sehingga evaluasi
yang dilakukan pun berbeda-beda harus sesuai ketentuan masing-masing wilayah. Lalu
mengapa negara Indonesia melaksanakan Ujian Nasional? Alasannya karena hampir
seluruh pendidikan di Indonesia mempelajari jenis mata pelajaran yang sama
seperti bahasa inggris, bahasa indonesia, matematika dan seterusnya. Semua
peserta didik di Indonesia menerima mata pelajaran yang sama maka bentuk untuk
mengukur penentu kenaikan siswa untuk ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut
serta kenaikan status siswa. Hal ini menyebabkan bentuk penyelesaian evaluasi
yang praktis dan menyeluruh dibuat sama dengan semuanya. Sama seperti negara
Malaysia, Cina , Thailand dan Singapura negara-negara tersebut juga
melaksanakan ujian Nasional hanya saja masing-masing beda sistem pengawasannya.
5. Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif
pada umumnya berbentuk essay (uraian). Dimana para peserta didik diminta untuk
menjawab pertanyaan dengan menganalisis dan harus berisi uraian yang tepat,
dengan kreatifitas dan pemikiran. Hal ini bertujuan untuk pengingatan ulang
terhadap materi yang pernah diajarkan.
Dari
contoh diatas kita dapat melihat bahwa salah satu tes Subjektif merupakan
essay. Berikut ini kelemahan dan kelebihan dari tes subjektif:
Kelebihan
tes subjektif bagi diri peserta didik:
1)
Mendorong
diri saya untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk
kalimat yang bagus;
2)
Memberi
kesempatan saya untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya
sendiri;
3)
Untuk
mengetahui sejauh mana saya telah mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Kelemahan
tes subjektif:
1)
Memerlukan
waktu yang lebih lama untuk menjawab semua pertanyaan dengan tepat.
Kelebihan
tes Subjektif bagi para pengajar:
1)
Mudah
disiapkan dan disusun;
2)
Tidak
memberi banyak kesempatan peserta didik untuk berspekulasi atau untung-untungan
;
3)
Dapat
diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
Kelemahan
tes Subjektif bagi Para pengajar:
1)
Kurang
representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes
karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)
Pemeriksaannya
lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari
penilai.
3)
Waktu
untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain, karena
jawabannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
4)
Mudah
menimbulkan kecurangan dan pemalsuan jawaban.
6.
Tes
Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu
dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat
menghasilkan skor yang sama. Bentuk dari tes objektif adalah pilihan ganda.
(Contoh Tes Objektif adalah soal UN)
Dari
contoh tes Subjektif diatas dapat diketahui bahwa sifatnya objektif sehingga
terkadang dipermudah untuk mengoreksi soal UN dengan mesin scanner. Berikut ini
kelebihan dan kelemahan dari tes objektif:
Kelebihan
tes objektif bagi peserta didik:
1)
Proses
pengerjaan ulangan lebih mudah dan cepat.
Kelemahan
tes Objektif bagi peserta didik:
1)
Membutuhkan
persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya
banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2)
Kerja
sama antar teman pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Kelebihan
tes objektif bagi para pengajar:
1)
Tes
objektif lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat
dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun
segi guru yang memeriksa;
2)
Tes
objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci
tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)
Dalam
pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain dan tidak ada unsur subyektif
yang mempengaruhi.
Kelemahan
tes objektif bagi para pengajar:
1)
Butir-butir
soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling)
saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi;
2)
Banyak
kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam
menjawab soal tes.
DAFTAR PUSTAKA
DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sardiman.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar.cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Syah,Muhibbin.
Psikologi Pendidikan. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta.
2010
Winkel,
W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Jakarta : Gramedia,
2007
Syaiful
Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.Surabaya : Usaha
Nasional, 1994
Slameto.Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta. 2010
Syah,Muhibbin.
Psikologi Belajar.Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
Nana
Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda
Karya. 1989.
Sudijono,
Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
Mardia
Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009
[1] DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Sardiman.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
2011
[3] Syah,Muhibbin.
Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
[4] Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5] Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta.
2010
[6] DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7] Winkel,
W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta :
Gramedia, 2007
[8] Winkel,W.S.Op.cit
hal.26
[9] Syaiful Bahri
Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha
Nasional, 1994
[10] Slameto.Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11] Syah,Muhibbin.
Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Nana Sudjana,
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
[13] Sudijono,
Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
[14] Mardia Hayati,
M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009.hal.53
[15] Syah, Muhibbin
2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
[16] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002). h.
163
[17] Eko Putro
widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) h.
78-79
[19] Suharsimi Arikunto,
Op. Cit. h. 164
[20] Ngalim
Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[21] Ngalim
Purwanto. Op. Cit. h. 35
[22] Eko Purwo
Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[23] Suharsimi
Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[24] Eko Purwo
Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar